BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perkembangan ternak ruminansia di Indonesia tidak
terlepas dari ketersediaan pakannya. Menurut Jayanti (2011), pakan adalah salah satu faktor
penentu keberhasilan dan kelangsungan usaha produksi ternak, dan Ma’sum (2011)
menyatakan bahwa, pakan berpengaruh langsung terhadap produksi, produktivitas
dan Kesehatan ternak. Sehingga setiap keberhasilan dalam pemeliharaan hewan
ternak adalah tergantung pada pakan yang diberikan.
Umumnya pakan yang diberikan terhadap ternak ruminansia
termasuk sapi potong adalah hijauan,
konsentrat dan pakan tambahan atau suplemen (Muttaqin dan Novia 2011). Dalam sistem produksi ternak ruminansia, tanaman pakan
merupakan sumber pakan hijauan yang mutlak diperlukan dan harus tersedia baik
secara kualitatif
maupun kualitatif, karena merupakan pakan utama yang digunakan ternak
ruminansia untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Dinyatakan oleh Saparinto dan Yulianto (2013) bahwa
pakan hijauan merupakan pakan berserat yang bisa berupa rerumputan, legum atau
limbah pertanian seperti jerami padi, daun kacang tanah dan jerami jagung.
Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak adalah
suatu bentuk sinergi yang baik untuk meningkatkan produksi pertanian,
peternakan dan perbaikan kualitas lingkungan (Lemaire et al, 2013). Hal
tersebut sejalan dengan iklim yang ada di Indonesia yaitu iklim tropis yang
dimana pada saat musim penghujan ketersediaan hijauan sangat melimpah bahkan
bisa berlebih. Namun pada musim kemarau ketersediaan hijauan sangat kurang
bahkan sampai kekeringan sehingga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
hewan ternak. sehingga pemanfaatan limbah pertanian digunakan guna memenuhi
kebutuhan gizi hewan ternak.
Menurut Sudarwati et al(2013), bahwa upaya untuk
meningkatkan nilai gizi limbah tanaman pangan dengan menggunakan teknologi
pakan telah diterapkan dimasyarakat seperti perlakuan fisik, kimiawi serta
biologis. Ditingkat peternak penerapan teknologi peningkatan kualitas limbah
tersebut memiliki hambatan dengan berbagai alasan, seperti kurangnya fasilitas
untuk penyimpanan dan terjadinya penambahan beban biaya dan tenaga kerja bagi
peternak dengan melakukan teknologi tersebut.
Berdasarkan pernyataan latar belakang diatas, maka
penulis mengambil judul”Pengolahan Pakan Hijauan Sapi Potong di BBPP Batu” sebagai langkah alternatif untuk mengatasi keterbatasan bahan
pakan di Indonesia pada umumnya dan Madura khususnya. Semoga dengan dilaksanakan
Kerja Praktek ini nantinya bisa bermanfaat pada semua pihak, khususnya saya
sendiri, untuk mengembangkan ilmu tentang pengolahan pakan hijauan pada ternak.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana Pengolahan Pakan Hijauan Sapi Potong di BBPP Batu
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui Pengolahan Pakan Hijauan Sapi Potong di BBPP Batu
1.4
Kegunaan
Dapat mengetahui Pengolahan Pakan Hijauan Sapi Potong di BBPP Batu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
Pakan
Manajemen pakan adalah penyediaan pakan yang memenuhi
syarat teknis biologis sesuai kebutuhan satwa dan secara teknis ekonomi murah
dan mudah diperoleh serta tersedia secara berkelanjutan. Zat makanan (zat gizi)
pada satwa harus terdiri dari unsur-unsur penyusunan bahan makanan, yaitu air
dan bahan kering. Bahan kering terdiri atas zat organik dan anorganik. Zat
organik meliputi senyawa bernitrogen (protein & non-protein), lemak(lipid),
karbohidrat dan vitamin. Zat anorganik (mineral) meliputi mineral asensial (makro:
Ca, P, Mg, Na, K, Cl, S; & mikro seperti Fe, Cu, I, Cr dsb) dan mineral
non-asensial. Syarat pakan untuk ternak harus seimbang (mengandung zat makanan
yang diperlukan ternak dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi semua fungsi
fisiologis tubuh)
2.2
Jenis
Pakan Hijauan
Pakan hijauan adalah pakan
utama bagi ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, domba dan lainnya yang
terdiri dari rerumputan, kacang-kacangan, dan dedaunan yang tidak termasuk
keduanya. Adapun pakan hijauan juga bisa berasal dari limbah
pertanian seperti jerami padi, daun jagung, pucuk tebu dan lain sebagainya.
a.
Pakan hijauan
rumput-rumputan
Pakan
hijauan Rumput dapat dibagi menjadi 2, yakni hijauan rumput liar dan hijauan
rumput dibudidayakan atau sengaja ditanam. rumput liar yang bisa diberikan
terhadap ternak diantaranya seperti rumput alang-alang (Imperata cyilindrica), rumput jarum (Andropogon acicularus), dan rumput teki; dan untuk
rumput yang ditanam diantarannya Rumput Gajah (Pennisetum purpureum),
Rumput Benggala (Pannicummaximum), Rumput Raja (King Grass),
Rumput Setaria (Setaria sphacelate), odot dan integofera.
Setaiap jenis rumput
biasanya mempunyai kandungan nutrient yang berbeda namun perbedaannya tidak
terlalu jauh. Namun yang banyak di manfaatkan karena ketersediaannya melimpah
antara lain, rumput gajah memiliki kandungan nutrien berupa
bahan kering 20,29%, protein kasar 6,26%, lemak 2,06%, serat kasar 32,60%, abu
9,12%. Rumput odot : Kandungan gizi pada rumput odot antara lain, kadar lemak
daun 2,72% , kadar lemak daun 0,91 , protein daun 14,35% , protein batang 8.1 %
, TDN (Total nutrisi yang dicerna) pada daun 72,68 % , TDN (Total nutrisi yang
dicerna) batang 62,56% , dan protein kasarnya 14 %.
b.
Pakan hijauan
kacang-kacangan(leguminusa)
Pakan ini mempunyai
keunggulan lain jika dibandingkan jenis pakan hijauan lainnya seperti
mengandung nilai gizi yang tinggi seperti protein dan mineral, lebih disukai
ternak dan mudah untuk dicerna, adapun kacang-kacangan yang
bisa
digunakan meliputi Gamal (Gliricidia sepium),
Turi (Sesbania grandiflora), Lamtoro (Leucaena glauca), Kaliandra (Calliandra
calothyrsus), Centro (Centrosema pubescens),
Kalopo (Calopogonium muconoides), Daun kacang Tanah/rendeng,
Daun Kacang Panjang, dan Kacang Ruji (Pueraria phaseoloides). Jenis pakan ini menjadi sumber nutrisi yang
baik karena mengandung protein kasar sebanyak 20 % total bahan kering
c.
Pakan Hijauan Limbah
Pertanian
Jenis
pakan ini merupakan hijauan yang tidak termasuk kedalam 2 jenis pakan hijauan
diatas atau biasa dikenal dengan hijauan dari limbah pertanian, seperti Jerami
padi (oriza sativa), daun dan batang jagung (Zea mays), ketela pohon (Manihot utilissima),
ubi (Ipomea batatas), daun waru (Hibiscus
tiliaceus), daun bunga sepatu (Hisbicus Rosasinesis)
dan masih banyak lainnya.
Limbah pertanian seperti jerami
padi memiliki kandungan serat kasar yang tinggi. Ditinjau dari nutrisi,
jerami padi mengandung protein kasar antara 2-6% dan energi 40-48% (Siregar, 1994). Pakan limbah pertanian
biasanya dilakukan perlakuan khusus terlebih dahulu untuk mengurangi serat
kasar dan menjaga kandungan nutrisi yang terkandung pada pakan sehingga pakan
bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu panjang terlebih lagi bisa digunakan sebagai
alternatif pakan pada musim kemarau.
2.3
Pengolahan Pakan Hijauan Sapi Potong
Pakan hijauan diberikan pada sapi sebanyak 10 – 12 % dari bobot
badan ternak. Pemberian hijauan dapat dilakukan 3 kali sehari yakni pada
pukul 08.00 pagi, 12.00 siang dan pukul 17.00 sore hari dengan cara penyajian
pakan hijauan pada ternak sebaiknya dicincang pendek-pendek agar lebih mudah
dikonsumsi. Biasanya untuk kebanyakan peternak dalam skala kecil biasanya
masih menggunakan cara tradisional dalam merajang pakan karena lebih terjaga
nilai ekonomisnya tapi lebih banyak menguras energi bagi peternak.
Pakan hijauan limbah pertanian mengandung serat kasar yang tinggi
sehingga harus dilakukan perlakuan khusus terlebih dahulu seperti silase, hay
dan lain sebagainya guna mengurangi serat kasar pada pakan. Pakan hijauan
limbah pertanian yang sudah dilakukan perlakuan khusus akan menambah
palatabilitas ternak dan mengurangi energi yang dikeluarkan oleh sapi dalam
proses konsumsi.
2.4 Mesin
Pengolahan
Perajangan pakan ternak yang dilakukan oleh
peternak kebanyakan masih bersifat tradisional, yaitu pemotongan secara manual
dengan menggunakan sabit atau golok. Bagi peternak kecil cara ini masih
dianggap memadai. Namun bagi peternak sedang dan besar, cara
ini kurang efektif karena memakan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Disamping
itu penggunaan sabit kurang aman bagi orang yang merajang pakan tersebut
(Anonim, 2017).
Mesin perajang hijauan pakan ternak (chopper)
di lapangan memangsudah ada.Akan tetapi dari segi bentuk alat-alat
tersebut dinilaikurang praktis dan sulit dipindah tempatkan. Selain itu
harganya mahal, mungkinhanya peternak besar yang mampu membelinya. Kisaran
harga mesin perajanghijauan yang penulis dapatkan di lapangan sekitar 8 sampai
10 juta rupiah.Hal inimenjadi batu sandungan bagi peternak yang terbatas dari
segi modal. Sebagaicontoh peternak-peternak kalangan menengah di daerah
Gunungkidul, yaitumereka yang paling tidak mempunyai sapi 5 ekor. Mereka merasa
keberat an jikaharus membeli mesin perajang hijauan dengan kisaran harga tersebut
di atas(Anonim, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Jayanti, Rika. 2011. Alternatif Menjaga Ketersediaan
Pakan Ternak. [TerhubungBerkala]. http: banten.litbang.deptan.go.id
Ma’sum, M. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Unit
Pengolahan Pakan. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian.
Jakarta
Muttaqin, M. I. H., dan Novia, Astri. 2011. Beternak
Sapi, Kambing, dan Domba Potong. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta
Siregar, S. B.,1994. Ransum Ternak Ruminansia,
Penebar Swadaya, Jakarta
Lemaire G, Franzluebbers A, Carvalhoc PCF, Dediue B.
2013. Integrated Crop- Livestock System: Strategis To Achieve Synergy Between
Agricurtural Production and Environmental Quality. Agric Acosyst Environ
Sudarwati H, Susilawati T. 2013. Pemanfaatan sumberdaya
pakan lokal melalui integrasi ternak sapi potong dengan usahatani, J. Ternak Tropika
Anonimos. 2017. Perancangan Mesin Perajang Hijauan Pakan
Ternak.pdf